BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia
dalam kehidupannya tidak pernah terlepas dari berbagai permasalahan, baik yang
tergolong sederhana sampai yang kompleks. Semua itu membutuhkan kesiapan mental
untuk menghadapinya. Pada kenyataannya terdapat gangguan mental yang sangat
mengganggu dalam hidup manusia, yang salah satunya adalah depresi. Gangguan
mental emosional ini bisa terjadi pada siapa saja, kapan saja, dari kelompok
mana saja, dan pada segala rentang usia. Bagi penderita depresi ini selalu dibayangi
ketakutan, kengerian, ketidakbahagiaan serta kebencian pada mereka sendiri.
Ibu
yang baru saja mengalami proses reproduksi sangat membutuhkan dukungan
psikologis dari orang-orang terdekatnya. Kurangnya dukungan dari orang-orang
terdekat dapat menyebabkan penurunan psikologis yang akan menyebabkan ibu
menjadi depresi.
Depresi
biasanya terjadi saat stress yang dialami oleh seseorang tidak kunjung reda,
dan depresi yang dialami berkorelasi dengan kejadian dramatis yang baru saja
terjadi atau menimpa seseorang. Penyebab depresi bisa dilihat dari faktor
biologis (seperti misalnya karena sakit, pengaruh hormonal, depresi
pasca-melahirkan, penurunan berat yang drastis) dan faktor psikososial
(misalnya konflik individual atau interpersonal, masalah eksistensi, masalah
kepribadian, masalah keluarga).
Penyebab
depresi dari faktor biologis salah satunya adalah depresi pasca-melahirkan.
Iskandar (2007) menerangkan bahwa depresi postpartum terjadi karena
kurangnya dukungan terhadap penyesuaian yang dibutuhkan oleh wanita dalam
menghadapi aktifitas dan peran barunya sebagai ibu setelah melahirkan.
Depresi Postpartum merupakan problem psikis sesudah melahirkan seperti
kemunculan kecemasan, labilitas perasaan dan depresi pada ibu.
Perubahan
hormon dan perubahan hidup ibu pasca melahirkan juga dapat dianggap pemicu
depresi ini. Diperkirakan sekitar 50-70% ibu melahirkan menunjukkan
gejala-gejala awal kemunculan depresi postpartum, walau demikian gejala
tersebut dapat hilang secara perlahan karena proses adaptasi dan dukungan
keluarga yang tepat.
Sampai
saat ini belum ada alat test khusus yang dapat mendiagnosa secara langsung
depresi postpartum. Secara medis, dokter menyimpulkan beberapa simtom
yang tampak dapat disimpulkan sebagai gangguan depresi postpartum bila memenuhi
kriteria gejala yang ada.
Angka
kejadian depresi postpartum di Asia cukup tinggi dan sangat bervariasi
antara 26-85% (Iskandar, 2007), sedangkan di Indonesia angka kejadian depresi postpartum
antara 50-70% dari wanita pasca persalinan (Hidayat, 2007).
1.
Rumusan Masalah
1. Apa itu depresi post partum?
2. Apa saja tanda dan gejala depresi
post partum?
3. Apa saja penyebab depresi post
partum?
4. Bagaimana gambaran klinis depresi
post partum?
5. Bagaimana pencegahan depresi post
partum?
6. Bagaimana penanganan depresi post
partum?
7. Bagaimana prognosis depresi post
partum?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mampu mengetahui secara menyeluruh bagaimana
cara penanganan pada gangguan psikologi post partum.
1.3.2 Tujuan Khusus
Agar
Mahasiswa mengetahui:
1.
Mengetahui
apa itu depresi post partum.
2.
Mengetahui
apa saja tanda dan gejala depresi post partum
3.
Mengetahui
penyebab depresi post partum.
4.
Mengetahui
gambaran klinis depresi post partum.
5.
Mengetahui
pencegahan depresi post partum.
6.
Mengetahui
bagaimana penanganan depresi post partum.
7.
Mengetahui
prognosis depresi post partum
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian
Depresi
post partum adalah depresi berat yang terjadi 7 hari setelah melahirkan dan
berlangsung selama 30 hari, dapat terjadi kapan pun bahkan sampai 1 tahun
kedepan. Depresi postpartum pertama kali ditemukan oleh Pitt pada tahun 1988.
Pitt menyatakan bahwa depresi post parum adalah depresi yang bervariasi dari
hari ke hari dengan menunjukkan kelelahan, mudah marah, gangguan nafsu makan
dan kehilangan libido(kehilangan selera untuk berhubungan intim dengan suami).
Llewelly-jones
(1994) menyatakan wanita yang didiagnosa mengalami depresi 3 bulan pertama
setelah melahirkan yaitu wanita tersebut secara social dan emosional meras
terasingkan atau mudah tegang dalam setiap kejadian hidupnya.Berdasarkan uraian
diatas dapat disimpulkan bahwa depresi post partum adalah gangguan emosional
pasca persalinan yang bervariasi, terjadi pada 10 hari pertama masa setelah
melahirkan dan berlangsung terus-menerus sampai 6 bulan atau bahkan sampai satu
tahun.. tingkat keparahan depresi postpartum bervariasi. Keadaan ekstrem yang
paling ringan yaitu saat ibu mengalami “kesedihan sementara” yang berlangsung
sangat cepat pada masa awal postpartum, ini disebut dengan the blues atau
maternity blues.
Gangguan
postpartum yang paling berat disebut psikosis postpartum atau melankolia.
Diantara 2 keadaan ekstrem tersebut terdapat kedaan yang relatif mempunyai
tingkat keparahan sedang yang disebut neurosa depresi atau depresi postpartum.
Beberapa
pengertian depresi postpartum menurut para ahli:
Kartono
(2002), menyatakan bahwa depresi adalah keadaan patah hati atau putus asa yang
disertai dengan melemahnya kepekaan terhadap stimulus tertentu, pengurangan
aktivitas fisik maupun mental dan kesulitan dalam berpikir, Lebih lanjut
Kartono menjelaskan bahwa gangguan depresi disertai kecemasan , kegelisahan dan
keresahan, perasaan bersalah, perasaan menurunnya martabat diri atau
kecenderungan bunuh diri.
Trisna
(Hadi, 2004), menyimpulkan bahwa depresi adalah suatu perasaan sendu atau sedih
yang biasanya disertai dengan diperlambatnya gerak dan fungsi tubuh. Mulai dari
perasaan murung sedikit sampai pada keadaan tidak berdaya. Individu yakin tidak
melakukan apa pun untuk mengubahnya dan merasa bahwa respon apa pun yang
dilakukan tidak akan berpengaruh pada hasil yang muncul.
Kaplan
dan Sadock (1998), merupakan suatu masa terganggunya fungsi manusia yang
berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk
perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia,
kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya, serta gagasan bunuh diri.
Clydde
(Regina dkk, 2001), bentuk gangguan postpartum yang umum adalah depresi, mudah marah
dan terutama mudah frustasi serta emosional.
Gangguan
mood selama periode postpartum merupakan salah satu gangguan yang paling sering
terjadi pada wanita baik primipara maupun multipara. Menurut DSM-IV, gangguan
pascasalin diklasifikasikan dalam 3 tipe yaitu:
1.
Baby blues
Merupakan
bentuk yang paling ringan dan berlangsung hanya beberapa hari saja. Gejala
berupa perasaan sedih, gelisah, seringkali uring-uringan dan khawatir tanpa
alasan yang jelas. Tahapan baby blues ini hanya berlangsung dalam waktu beberapa
hari saja. Pelan-pelan si ibu dapat pulih kembali dan mulai bisa menyesuaikan
diri dengan kehidupan barunya.
2.
Depresi post partum
Bentuk
yang satu ini lumayan agak berat tingkat keparahannya yang membedakan ibu tidak
bisa tidur atau sulit untuk tidur. Dapat terjadi dua minggu sampai setahun
setelah melahirkan
3.
Psychosis
post partum
Jenis
ini adalah yang paling parah. Ibu dapat mengalami halusinasi, memiliki
keinginan untuk bunuh diri. Tak saja psikis si ibu yang nantinya jadi
tergantung secara keseluruhan.
1.
Penyebab Depresi postpartum
Disebabkan
karena gangguan hormonal. Hormon yang terkait dengan terjadinya depresi post
partum adalah prolaktin, steroid dan progesterone. Pitt mengemukakan 4 faktor
penyebab depresi post partum:
1. Faktor konstitusional
Gangguan
post partum berkaitan dengan status paritas adalah riwayat obstetri pasien yang
meliputi riwayat hamil sampai bersalin serta apakah ada komplikasi dari
kehamilan dan persalinan sebelumnya dan terjadi lebih banyak pada wanita
primipara. Wanita primipara lebih umum menderita blues karena setelah
melahirkan wanita primipara berada dalam proses adaptasi, kalau dulu hanya
memikirkan diri sendiri begitu bayi lahir jika ibu tidak paham perannya ia akan
menjadi bingung sementara bayinya harus tetap dirawat.
2. Faktor fisik
Perubahan
fisik setelah proses kelahiran dan memuncaknya gangguan mental selama 2 minggu
pertama menunjukkan bahwa faktor fisik dihubungkan dengan kelahiran pertama
merupakan faktor penting. Perubahan hormon secara drastis setelah melahirkan
dan periode laten selama dua hari diantara kelahiran dan munculnya gejala.
Perubahan ini sangat berpengaruh pada keseimbangan. Kadang progesteron naik dan
estrogen yang menurun secara cepat setelah melahirkan merupakan faktor penyebab
yang sudah pasti.
3. Faktor
psikologi
Peralihan
yang cepat dari keadaan “dua dalam satu” pada akhir kehamilan menjadi dua
individu yaitu ibu dan anak bergantung pada penyesuaian psikologis individu.
Klaus dan Kennel mengindikasikan pentingnya cinta dalam menanggulangi masa
peralihan ini untuk memulai hubungan baik antara ibu dan anak.
4. Faktor
sosial dan karateristik ibu
Paykel
mengemukakan bahwa pemukiman yang tidak memadai lebih sering menimbulkan
depresi pada ibu – ibu, selain kurangnya dukungan dalam perkawinan.
Menurut
Kruckman menyatakan terjadinya depresi pascasalin dipengaruhi oleh faktor :
1.
Biologis
Faktor biologis dijelaskan bahwa depresi
postpartum sebagai akibat kadar hormon seperti estrogen, progesteron dan
prolaktin yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dalam masa nifas atau mungkin
perubahan hormon tersebut terlalu cepat atau terlalu lambat.
2.
Karakteristik ibu, yang meliputi :
ร Faktor
umur
Sebagian
besar masyarakat percaya bahwa saat yang tepat bagi seseorang perempuan untuk
melahirkan pada usia antara 20–30 tahun, dan hal ini mendukung masalah periode
yang optimal bagi perawatan bayi oleh seorang ibu. Faktor usia perempuan yang
bersangkutan saat kehamilan dan persalinan seringkali dikaitkan dengan kesiapan
mental perempuan tersebut untuk menjadi seorang ibu.
ร Faktor
pengalaman
Beberapa
penelitian diantaranya adalah pnelitian yang dilakukan oleh Paykel dan Inwood
(Regina dkk, 2001) mengatakan bahwa depresi pascasalin ini lebih banyak
ditemukan pada perempuan primipara, mengingat bahwa peran seorang ibu dan
segala yang berkaitan dengan bayinya merupakan situasi yang sama sekali baru
bagi dirinya dan dapat menimbulkan stres. Selain itu penelitian yang dilakukan
oleh Le Masters yang melibatkan suami istri muda dari kelas sosial menengah
mengajukan hipotesis bahwa 83% dari mereka mengalami krisis setelah kelahiran
bayi pertama.
ร Faktor
pendidikan
Perempuan yang berpendidikan tinggi
menghadapi tekanan sosial dan konflik peran, antara tuntutan sebagai perempuan
yang memiliki dorongan untuk bekerja atau melakukan aktivitasnya diluar rumah,
dengan peran mereka sebagai ibu rumah tangga dan orang tua dari anak–anak
mereka.
ร Faktor
selama proses persalinan.
Hal
ini mencakup lamanya persalinan, serta intervensi medis yang digunakan selama
proses persalinan. Diduga semakin besar trauma fisik yang ditimbulkan pada saat
persalinan, maka akan semakin besar pula trauma psikis yang muncul dan
kemungkinan perempuan yang bersangkutan akan menghadapi depresi pascasalin.
ร Faktor
dukungan social
Banyaknya
kerabat yang membantu pada saat kehamilan, persalinan dan pascasalin, beban
seorang ibu karena kehamilannya sedikit banyak berkurang.
1.
Gejala Depresi Postpartum
Gejala
yang menonjol dalam depresi post partum adalah trias depresi yaitu:
1.
Berkurangnya energy
2.
Penurunan efek
3. Hilang
minat (anhedonia)
Ling
dan Duff mengatakan bahwa gejala depresi post partum yang dialami 60% wanita
mempunyai karateristik dan spesifik antara lain:
1. Trauma
terhadap intervensi medis yang terjadi
2.
Kelelahan dan perubahan mood
3.
Gangguan nafsu makan dan gangguan tidur
4. Tidak
mau berhubungan dengan orang lain
5. tidak
mencintai bayinya dan ingin menyakiti bayinya atau dirinya sendiri.
Patwahy
2.
Gambaran Klinik, Pencegahan dan
Penatalaksanaan
Monks
mengatakan depresi post partum merupakan problem psikis sesudah melahirkan
seperti labilitas efek, kecemasan dan depresi pada ibu yang dapat berlangsung
berbulan-bulan.
Faktor
resiko:
1. Keadaan
hormonal
2.
Dukungan social
3.
Emotional relationship
4.
Komunikasi dan kedekatan
5.
Struktur keluarga
6.
Antropologi
7.
Perkawinan
8.
Demografi
9.
Stressor psikososial dan lingkungan
Untuk
mencegah terjadinya depresi post partum sebagai anggota keluarga harus
memberikan dukungan emosional kepada ibu dan jangan mengabaikan ibu bila
terlihat sedang sedih, dan sarankan pada ibu untuk:
1.
Beristirahat dengan baik
2.
Berolahraga yang ringan
3. Berbagi
cerita dengan orang lain
4.
Bersikap fleksible
5.
Bergabung dengan orang-oarang baru
6.
Sarankan untuk berkonsultasi dengan tenaga medis
Ada
cara-cara menghidari atau mengatasi depresi :
1.
Batasi
pengunjung jika kehadiran mereka ternyata malah mengganggu waktu istirahat anda
2.
Untuk
sementara waktu hindari komsumsi coklat atau gula dalam jumlah yang berlebihan
karena dapat menjadi bahan pemicu depresi
3.
Perbanyak
mendengar musik favorit anda agar anda dapat merasa lebih rileks
disarankan musik-musik yang menenangkan
4.
Lakukan
olahraga atau latihan ringan, cara ini selain ampuh dalam mengurangi depresi,
tapi juga dapat membantu mengembalikan bentuk tubuh
5.
Sesekali
berpergianlah agar anda tak merasa bosan, karena berada di rumah
6.
Dukungan
yang suportif dari suami dan anggota keluarga lainnya sangat berpengaruh bagi
keadaan psikis ibu.
Ada
dua macam perawatan depresi :
1.
Terapi
bicara
Adalah
sesi bicara dengan terapi, psikologi atau pekerja sosial untuk mengubah apa
yang difikir, rasa dan lakukan oleh penderita akibat menderita depresi.
2.
Obat
medis
Obat anti
depresi yang diresepkan oleh dokter, sebelum mengkonsumsi obat anti depresi,
sebaiknya didiskusikan benar obat mana yang tepat dan aman bagi bayi untuk
dikonsumsi oleh ibu hamil atau ibu menyusui.
Penatalaksanaan
1.
Dapat
riwayat kesehatan selama priode antepartum untuk mengidentifikasi resiko potensial terjadi depresi postpartum
2.
Atur
konseling selama periode antepartum pada klien yang beresiko
3.
Bantuan
klien untuk mengatur mekanisme dukungan yang baik selama periode antepartum
jika dia ditanyakan beresiko terhadap depresi post partum
4.
Dapatkan
riwayat kesehatan post partum yang akurat termasuk demografi, informasi
mengenai dukungan dan bantuan dirumah
5.
Kaji
proses hubungan ibu dan anak
6.
Tawarkan
dukungan, dorongan dan bantuan kepada klien untuk memahami bahwa perasaan
depresi dalam beberapa hari setelah melahirkan adalah normal
7.
Peningkatan
klien bahwa jika depresinya berlanjut lebih dari beberapa hari dia harus
berkonsultasi
8.
Atur
konseling selanjutnya jika klien yang memperlihatkan tanda depresi berlanjut.
2.5 Prognosis
Identifikasi
dan intervensi secara dini prognosenya pada wanita yang mengalami depresi
postpartum adalah baik. Beberapa kasus yang pernah dilaporkan tertangani dengan
baik jika efek depresi post partum ini diketahui sejak awal. Pencegahan yang
paling utama adalah informasi tentang faktor resiko terjadinya depresi
postpartum di masyarakat sebagai nilai penting untuk mencegah terjadinya
depresi ini. Skrining awal terjadinya depresi postpartum ini dapat diketahui
saat ibu membawa bayinya pada tempat pelayanan kesehatan untuk dilakukan
imunisasi sehingga pencegahan terjadinya depresi postpartum dan depresi secara
umum dapat dihindari.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
Pengenalan
gejala mood merupakan hal yang penting untuk dilakukan oleh perawatperinatal.
Rencana keperawatan harus merefleksikan respons perilaku yang diharapkan dari
gangguan tertentu. Rencan individu didasarkan pada karakteristik wanita dan
keadaannya yang spesifik. Suami atau pasangan wanita tersebut juga dapat
mengalami gangguan emosional akibat perilaku wanita tersebut.Pengkajian pada
pasien post partum blues menurut Bobak ( 2004 ) dapat dilakukan pada pasien
dalam beradaptasi menjadi orang tua baru.
Pengkajiannya meliputi ;
a. Identitas
klien.
Data diri
klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, medical record dan lain-lain
b. Keluhan Utama
Mudah
marah, cemas, melukai diri
c. Riwayat
Kesehatan
1)
Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada Ibu
dengan depresi postpartum biasanya terjadi kurang nafsu makan, sedih – murung,
mudah marah, kelelahan, insomnia, anorexia, merasa terganggu dengan perubahan
fisik, sulit konsentrasi, melukai diri
2)
Riwayat Kesehatan Dahulu
Berhubungan
dengan kejadian pada persalinan masa lalu serta kesehatan pasien
3)
Riwayat kesehatan keluarga
Berhubungan
dengan dukungan keluarga terhadap keadaan pasien
d. Riwayat
Persalinan
Banyak ibu
memperlihatkan suatu kebutuhan untuk memeriksa proses kelahiran itu sendiri dan
melihat kembali perilaku mereka saat hamil dalam upaya retrospeksi diri
(Konrad, 1987). Selama hamil, ibu dan pasangannya mungkin telah membuat suatu
rencana tertentu tentang kelahiran anak mereka, hal-hal yang mencakup kelahiran
pervagina dan beberapa intervensi medis. Apabila pengalaman mereka dalam
persalinan sangat berbeda dari yang diharapkan (misalnya ; induksi, anestesi
epidural, kelahiran sesar), orang tua bisa merasa kecewa karena tidak bisa
mencapai yang telah direncanakan sebelumnya. Apa yang dirasakan orang tua
tentang pengalaman melahirkan sudah pasti akan mempengaruhi adaptasi mereka
untuk menjadi orang tua.
e. Citra Diri Ibu
Suatu
pengkajian penting mengenai konsep diri, citra tubuh, dan seksualitas ibu.
Bagaimana perasaan ibu baru tentang diri dan tubuhnya selama masa nifas dapat
mempengaruhi perilaku dan adaptasinya dalam menjadi orang tua. Konsep diri dan
citra tubuh ibu juga dapat mempengaruhi seksualitasnya. Perasaan-perasaan yang
berkaitan dengan penyesuaian perilaku seksual setelah melahirkan seringkali
menimbulkan kekhawatiran pada orang tua baru. Ibu yang baru melahirkan bisa
merasa enggan untuk memulai hubungan seksual karena takut merasa nyeri atau
takut bahwa hubungan seksual akan mengganggu penyembuhan jaringan perineum.
f. Interaksi
Orang Tua-Bayi
Suatu
pengkajian pada masa nifas yang menyeluruh meliputi evaluasi interaksi orang
tua dengan bayi baru. Respon orang tua terhadap kelahiran anak meliputi
perilaku adaptif dan perilaku maladatif. Baik ibu maupun ayah menunjukkan kedua
jenis perilaku maupun saat ini kebanyakan riset hanya berfokus pada ibu. Banyak
orang tua baru mengalami kesulitan untuk menjadi orang tua sampai akhirnya
keterampilan mereka membaik. Kualitas keibuan atau kebapaan pada perilaku orang
tua membantu perawatan dan perlindungan anak. Tanda-tanda yang menunjukkan ada
atau tidaknya kualitas ini, terlihat segera setelah ibu melahirkan, saat orang
tua bereaksi terhadap bayi baru lahir dan melanjutkan proses untuk menegakkan
hubungan mereka.
g. Perilaku
Adaptif dan Perilaku Maladaptif
Perilaku
adaptif berasal dari penerimaan dan persepsi realistis orang tua terhadap
kebutuhan bayinya yang baru lahir dan keterbatasan kemampuan mereka, respon
social yang tidak matur, dan ketidakberdayaannya. Orang tua menunjukkan
perilaku yang adaptif ketika mereka merasakan suka cita karena kehadiran
bayinya dan karena tugas-tugas yang diselesaikan untuk dan bersama anaknya,
saat mereka memahami yang dikatakan bayinya melalui ekspresi emosi yang
diperlihatkan bayi dan yang kemudian menenangkan bayinya, dan ketika mereka
dapat membaca gerakan bayi dan dapat merasa tingkat kelelahan bayi. Perilaku
maladaptif terlihat ketika respon orang tua tidak sesuai dengan kebutuhan
bayinya. Mereka tidak dapat merasakan kesenangan dari kontak fisik dengan anak
mereka. Bayi-bayi ini cenderung akan dapat diperlakukan kasar. Orang tua tidak
merasa tertarik untuk melihat anaknya. Tugas merawat anak seperti memandikan
atau mengganti pakaian, dipandang sebagai sesuatu yang menyebalkan. Orang tua
tidak mampu membedakan cara berespon terhadap tanda yang disampaikan oleh bayi,
seperti rasa lapar, lelah keinginan untuk berbicara dan kebutuhan untuk dipeluk
dan melakukan kontak mata. Tampaknya sukar bagi mereka untuk menerima anaknya
sebagai anak yang sehat dan gembira.
h. Struktur dan
Fungsi Keluarga
Komponen
penting lain dalam pengkajian pada pasien post partum blues ialah melihat
komposisi dan fungsi keluarga. Penyesuaian seorang wanita terhadap perannya
sebagai ibu sangat dipengaruhi oleh hubungannya dengan pasangannya, ibunya
dengan keluarga lain, dan anak-anak lain. Perawat dapat membantu meringankan
tugas ibu baru yang akan pulang dengan mengkaji kemungkinan konflik yang bisa
terjadi diantara anggota keluarga dan membantu ibu merencanakan strategi untuk
mengatasi masalah tersebut sebelum keluar dari rumah sakit
i. Perubahan
Mood.
Kurang
nafsu makan, sedih – murung, perasaan tidak berharga, mudah marah, kelelahan,
insomnia, anorexia, merasa terganggu dengan perubahan fisik, sulit konsentrasi,
melukai diri, anhedonia, menyalahkan diri, lemah dalam kehendak, tidak
mempunyai harapan untuk masa depan, tidak mau berhubungan dengan orang lain. Di
sisi lain kadang ibu jengkel dan sulit untuk mencintai bayinya yang tidak mau
tidur dan menangis terus serta mengotori kain yang baru diganti. Hal ini
menimbulkan kecemasan dan perasaan bersalah pada diri ibu walau jarang ditemui
ibu yang benar–benar memusuhi bayinya.
J. Kebiasaan
sehari-hari
1.
Kebersihan perorangan
Biasanya
kebersihan perorangan tidak terjaga (kebersihan kurang)
2. Tidur
Biasanya
klien mengalami gangguan tidur, gelisah
3. Data
sosek
Biasanya
gangguan psikologis ini banyak ditemukan pada ekonomi rendah
4. Data
psikologis
Biasanya
klien murung, gelisah, rasa tidak percaya kepada orang lain, cemas, menari
diri.
K. Pemeriksaan Fisik
1.
Aktivitas/ istirahat
Biasanya
aktivitas dan istirahat klien terganggu
2.
Sirkulasi
Biasanya
nadi meningkat, (tachikardia), TD kadang meningkat
3.
Eliminasi
Biasanya
klien sering BAK, kadang terjadi diare
4.
Makanan/ cairan
Biasanya
terjadi anoreksia, mual atau muntah, haus , membrane mukosa kering
5.
Neurosensori
Biasanya
klien mengeluh sakit kepala
6.
Pernafasan
Biasanya
pernafasan cepat dan dangkal
7. Nyeri
dan ketidaknyamanan
Biasanya
terjadi nyeri/ ketidaknyamanan pada daerah abdomen dan kepala
8.
Integritas Ego
Biasanya
klien ansietas, gelisah
9.
Seksualitas
Biasanya
seksualitas terganggu dan penurunan libido
10. TTV
Biasanya
nadi meningkat, pernafasan meningkat, TD meningkat
2.
Diagnosa Keperawatan
1.
Koping individu tidak efektif b/d stress
kelahiran, konsep diri negative, system pendukung, yang tidak adekuat
2.
Koping keluarga yang tidak efektif,
ketidak nyamanan b/d depresi mental dan efek pada keluarga
1.
Intervensi
Dx Kep I: Koping
individu tidak efektif b/d stress kelahiran, konsep diri negative, system
pendukung, yang tidak adekuat
Tujuan: Koping individu kembali efektif
Kriteria Hasil:
1.
Klien menunjukkan kemampuan
menyelesaikan masalah
2.
Klien menunjukkan kemampuan untuk
mengekspresikan perasaannya serta menunjukkan kemampuan memenuhi kebutuhan
fisiolgis dan psikologis
Intervensi:
1.
Terapkan hubungan terapeutik perawat-
klien
R/: Pasien mungkin merasa lebih bebas dalam konteks
hubungan ini
2.
Kaji munculnya kemampuan koping positif,
misalnya penggunaan teknik ralaksasi, keinginan untuk mengekspresikan perasaan
R/: Jika individu memiliki kemampuan koping yang
berhasil dilakukan pada masa lampau, mungkin dapat digunakan sekarang untuk
mengatasi ketegangan dan kontrol individu
3.
Dorong klien untuk berbicara mengenai apa
yang terjadi saat ini dan apa yang telah dilakukan untuk mengatasi perasaan
ansietas
R/: Menyatakan petunjuk untuk membantu klien dalam mengembangkan
kemampuan koping
4.
Sediakan lingkungan yang tenang dan
tidak memanipulasi serta menentukan apa yang dibutuhkan klien
R/: Menurunkan ansietas dan menyediakan kontrol bagi
klien selama situasi krisis.
5.
Diskusikan perasaan menyalahkan diri
sendiri/ orang lain
R/: Ketika mekanisme ini dilindungi pada waktu
kritis terdapat perasaan kounter-produktif dan interfiksasi dari perasaan tidak
tertolong dan tanpa harapan
6.
Identifikasi tingkah laku penanggulangan
yang baru bahwa klien menunjukkan dan memperkuat adaptasi positif
R/: Selama krisis, klien mengembangkan cara baru
dalam menghadapi masalah yang dapat membantu revolusi situasi sekarang dan
krisis masa depan
Dx Kep II: Koping keluarga yang tidak efektif,
ketidak nyamanan b/d depresi mental dan efek pada keluarga
Tujuan: Koping keluarga kembali efektif
Kriteria Hasil:
1.
Klien menunjukkan kemampuan untuk
menunjukkan identifikasi sumber-sumber dalam diri sendiri untuk berhadapan
dengan situasi
2.
Klien menunjukkan kemampuan untuk
menghadapi situasi dengan caranya sendiri
Intervensi :
1.
Kaji tingkat ansietas yang muncul
pada keluarga atau orang terdekat
R/: Tingkat ansietas harus dihadapi sebelum
pemecahan masalah dapat dimulai
2.
Kaji masalah sebelum sakit/ tingkah
laku saat ini yang mengganggu perawatan/ proses penyembuhan klien
R/: Informasikan mengenai masalah keluarga akan
membantu dalam mengembangkan rencana keperawatan yang sesuai
3.
Kaji tindakan orang terdekat
sekarang ini dan bagaimana mereka diterima oleh klien
R/: Orang terdekat mungkin berusaha untuk membantu
namun tidak dipersepsikan sebagai sebagai bantuan oleh klien
4.
Ikut sertakan orang terdekat dalam
pemberian informasi, pemecahan masalah dan perawatan klien sesuai kemungkinan
R/: informasi dapat mengurangi perasaab tanpa
harapan dan tidak berguna, keikut sertaan dalam perawatan akan meningkatkan
perasaan kontrol dan harga diri
5.
Dorong pencarian bantuan situasi
kebutuhan memberikan informasi mengenai orang dan institusi yang tersedia bagi
mereka
R/: Izin untuk mencari bantuan sesuai kebutuhan akan
membuat mereka memilih untuk mengambil keuntungan dari apa yang tersedia.
1.
Implementasi
Setelah rencana tindakan keperawatan disusun secara
sistemik. Selanjutnya rencana tindakan tersebut diterapkan dalam bentuk
kegiatan yang nyata dan terpadu guna memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan
yang diharapkan
2.
Evaluasi
Akhir dari proses keperawatan adalah ketentuan hasil
yang diharapkan terhadap perilaku dan sejauh mana masalah klien dapat teratasi.
Disamping itu perawat juga melakukan umpan balik atau pengkajian ulang jika
tujuan ditetapkan belum berhasil/ teratasi.
BAB IV
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Depresi
postpartum adalah gangguan emosional pasca persalinan yang bervariasi, terjadi
pada 10 hari pertama masa setelah melahirkan dan berlangsung terus - menerus sampai
6 bulan bahkan sampai satu tahun.
Faktor
penyebab depresi postpartum adalah faktor konstitusional, faktor fisik yang
terjadi karena adanya ketidakseimbangan hormonal, faktor psikologi, faktor
sosial dan karakteristik ibu, dengan gejala–gejalanya antara lain adalah trauma
terhadap intervensi medis yang dialami, kelelahan, perubahan mood, gangguan
nafsu makan, gangguan tidur, tidak mau berhubungan dengan orang lain, tidak
mencintai bayinya, ingin menyakiti bayi atau dirinya sendiri atau keduanya.
Untuk
mengatasi depresi tersebut dibutuhkan pendekatan dalam pemecahan masalah yang
sistematis untuk memberikan asuhan keperawatan terhadap setiap orang (ibu yang
mengalami depresi).
Proses
keperawatan secara umum diartikan sebagai pendekatan dalam pemecahan masalah
yang sistematis untuk memberikan asuhan keperawatan terhadap setiap orang.
4.2 Saran
Sehubungan
dengan rumitnya kondisi pasien dengan depresi postpartum maka diharapkan dalam
pelaksanaan perawatan dalam hal ini pemberian asuhan keperawatan memperhatikan
hal-hal yang berhubungan dengan teori persepsi, antara lain :
Perubahan
dalam pemenuhan kebutuhan manusia sangat dipengaruhi oleh persepsi individu
yang berbeda antara satu dengan yang lain. Hal ini akan membawa konsekwensi
terhadap permasalahan keperawatan yang ditegakan pada setiap individu. Meskipun
sumber masalah yang dihadapinya sama, akan tetapi setiap individu memiliki
persepsi dan respon yang berbeda-beda. Misalnya, walaupun kedua pasien
mengalami penyakit / masalah yang sama, akan tetapi permasalahan keperawatan
yang dihadapi tidak mesti sama.
Untuk
memahami arti persepsi, maka seseorang harus mengadakan pendekatan melalui
karakteristik individu yang mempersepsikan dalam situasi yang memunyai makna
bagi kita. Makna di sini mengandung arti penjabaran dari persepsi, ingatan, dan
tindakan. Dengan demikian persepsi memiliki arti penting dalam kehidupan,
dimana kira bisa mengumpulkan data dari informasi tentang diri sendiri,
kebutuhan manusia, dan lingkungan sekitar.
Post a Comment
Terima kasih atas kunjungannya. Silahkan meninggalkan komentar agar saya bisa feedback ke blog agan. :D