Biasanya balsem itu ada di dekat orang yang sedang masuk angin, pusing, dan mual. Balsem digosokkan di pelipis, jidat, hidung, leher, tengkuk. Bagi banyak orang, kalau pusing, mual, masuk angin, jalan cepat cari balsem. Ambil koin kemudian kerokan. Balsem berfungsi pelicin. Balsem juga bisa dipakai sebagai obat gosok untuk kulit yang tergigit nyamuk. Banyak lagi gunanya.
Balsem yang akan dibahas kali ini istilah yang “dipungut” sebagai akronim dari “bantuan langsung sementara”. Itu lho, bantuan uang tunai Rp150,000 per bulan yang akan dibagikan pemerintah kepada rakyat miskin bila harga eceran BBM bersubsidi dinaikkan. Bantuan itu dinamakan kompensasi dari pemerintah karena menaikkan harga BBM.
Soal pusing, mual, masuk angin, ya rakyat Indonesia memang mengalaminya. Mereka butuh balsem. Balsem berupa obat gosok dan balsem kompensasi. Perekonomian rakyat sudah panas-dingin. Harga-harga kebutuhan pokok melonjak tidak keruan. Harga BBM baru diwacanakan naik atau tidak, harga barang kebutuhan pokok sudah lebih dulu melompat. Itulah yang disebut inflasi. Tingginya inflasi membakar tenaga beli rakyat. Nilai uang terpangkas.
Pemerintah tahu kalau harga BBM dinaikkan, perekonomian panas dingin, rakyat masuk angin. Ya, mereka masuk angin, dan bakal banyak kelaparan. Dengan kenaikan harga BBM, barang kebutuhan utama pasti ikut menanjak. Dengan peningkatan harga, rakyat miskin bisa-bisa tidak makan, ya lapar dan masuk angin. Orang lapar biasanya memendam dua potensi bahaya. Mati lemas karena tak bertenaga atau malah sebaliknya, kalap lalu mengambil jalan pintas menghalalkan segala cara untuk tetap bertahan hidup.
Saat ini ada sekitar 32 juta orang miskin. Jelas, kalau harga BBM naik, harga barang kebutuhan pokok ikut naik, otomatis mereka akan tambah miskin, tak berdaya. Ada lagi barisan rakyat yang hampir atau mendekati miskin. Dengan kenaikan harga-harga kebutuhan hidup, sementara penghasilan tidak ikut naik, mereka pun langsung jatuh miskin. Nah, pemerintah menolong orang miskin dengan balsem, lainnya jatuh miskin. Ah sami mawon dong…!
Kini, rakyat bukan hanya mual, pusing dan masuk angin. Stadiumnya sudah naik lebih tinggi, muak. Ya, muak melihat perilaku penguasa, birokrasi pemerintahan, maupun politisi yang mencap dirinya harus ikut mengatur negara. Rakyat berkutat mencari nafkah entah dapat atau tidak untuk makan hari ini. Sementara pejabat silih berganti terlibat korupsi. Padahal, uang negara yang dikorupsi itu hasil keringat rakyat juga berupa pembayaran pajak dalam berbagai jenis. Jangan dikira wong cilik itu tidak bayar pajak lho…! Setiap kali mereka membeli barang kan sudah mengandung unsur pajak.
Kita bisa termakan pencitraan bahwa pemerintah baik hati. Rakyat diberi bantuan sebanyak Rp150.000 per bulan selama sembilan bulan. Pembayarannya setiap tiga bulan, jadi mereka akan menerima Rp450.000. Tetapi herannya, pemerintah senang sekali membagi uang tunai kepada rakyat. Memang menyenangkan mendapat uang tunai. Tidak perlu susah-susah bekerja keras. Tetapi, bagi-bagi uang tunai, seperti balsem tadi, dampak baiknya hanya jangka pendek, ibaratnya obat penenang sementara. nasib mereka tidak akan lebih baik dengan bantuan itu, sebab uang yang mereka dapatkan akan habis juga untuk membeli barang kebutuhan yang harganya ikut naik juga. pek-puk wae...
Post a Comment
Terima kasih atas kunjungannya. Silahkan meninggalkan komentar agar saya bisa feedback ke blog agan. :D